Sabtu, 07 April 2012

TEORI BELAJAR GESTALT


A.    Konsep Dasar
Psikologi Gestalt adalah suatu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas. Data-data dalam psikologi gestalt disebut phenomena (gejala), sebab dalam suatu gejala terdapat dua unsur yakni objek dan arti. Objek adalah sesuatu yang dapat dideskripsikan setelah objek tersebut ditangkap oleh indra. Pada objek tersebut kiata akan memberikan arti dan sekaligus kita mendapatkan suatu informasi dari objek tersebut.
1. Teori Medan
Teori Gestalt ini dipandang sebagai usaha untuk mengaplikasikan field theory (teori medan). Teori ini dapat dideskripsikan sebagai system yang saling teerkait secara dinamis dan setiap unsur-unsurnya saling terkait satu sama lain. Teori ini digunakan dalam berbagai level pada konsep Gestalt. Psikologi Gestalt percaya bahwa apapun yang terjadi pada seseorang maka itu akan mempengaruhi segala sesuatu yang ada pada diri orang tersebut. Misalnya seseorang yang lidahnya kegigit tanpa sengaja, orang itu akan merasa perubahan dalam menjalani kesehariannya, misalnya tidak bisa menikmati makanan pedas karena perih jika terkena lidahnya.
 2. Nature versus Nurture
Para Behavioris memandang otak sebagai penerima pasif dari sensasi yang nantianya akan menjadi respon. Menurut Behavioris sifat manusia ditentukan oleh segala sesuatu yang kita alami, sedangkan otak hanya sebagai penghubung. Akan tetapi penganut Gestalt mengatakan bahwa otak memberi peranan yang aktif. Menurut teoritis Gestalt, otak bereaksi terhadap sensoris yang masuk kedalam otak dan melakukan penataan serta membuat informasi itu bermakna. Ini adalah “sifat alami” dari otak ketika sensori masuk kedalam otak.
Menurut Gestalsian otak akan menciptakan suatu medan yang mempengaruhi informasi yang masuk kedalam otak. Kekuatan inilah yang mengatur pengalaman sadar. Jadi apa yang kita alami sacara sadar, itu adalah informasi sensoris yang telah dikelolah oleh medan kekuatan dalam otak. Karena teori ini Gestaltian dipandang sebagai nativistik. Menurut behaviorian kemampun otak itu bakan karena pengalaman. Akan tetapi gestaltian juga menunjukkan bahwa kemampuan organisational otak bukan merupakan warisan.
3. Hukum Pragnaz
Hukum Pragnaz ini menunjukkan tentang berarahnya segala kejadian yaitu tentang suatu keadaan seimbang. Keadaan yang seimbang ini mencakup sikap-sikap keturunan, kesederhanaan, kestabilan, simetri dan sebagainya. Contohnya Ketika melihat awan, kerapkali kita menghubungkan dengan objek yang ada dalam pikiran kita sehingga menjadi sebuah bentuk yang mirip suatu objek nyata lainnya. Misalnya mirip wajah. Contoh lain, Pada sebuah iklan, coba kita ingat kembali iklan pop mie. Pertama yang kita lihat adalah isi iklan keseluruhannya, dengan menyajikan berbagai gambaran untuk mendeskripsikan pop mie dan pada akhirnya kita tau bahwa itu iklan pop mie dengan kemasan yang baru.

B.       Otak Dan Pengalaman Sadar
Gestaltian menganut pandangan yang berbeda dalam memandang problem tubuh-pikiran. Mereka mengasumsikan adanya isomorphism (isomorfisme) antara pengalaman psikologis dengan proses yang ada di dalam otak. Stimulasi eksternal menimbulkan reaksi di otak, dan kita merasakan atau mengalami reaksi  itu saat reaksi itu terjadi di otak. Perbedaan utama antara pendapat ini dengan pendapat strukturalis adalah Gestaltian percaya bahwa otak aktifmengubah stimulasi sensori. Karenanya, otak mengorganisasikan, menyederhanakan, dan  memberi makna pada informasi sensoris yang datang. Kita mengalami informasi hanya setelah ia ditransformasikan oleh otak sesuai dengan hukum Pragnanz. Otak aktif mengisi ruang kosong, seperti sebentuk penutupan yang kompleks. Jika benar bahwa “alam tidak menyukai kekosongan,” maka adalah benar bahwa, menurut perspektif Gestalt, otak juga tidak menyukai kekosongan dan akan mengisinya.

C.    Realitas Subjektif Dan Objektif
Menurut teoritis Gestalt, yang menentukan perilaku adalah kesadaran atau realitas subjektif dan fakta ini mengandung implikasi yang penting. Menurut Gestaltian Pragnanz bukan bukan satu-satunya yang mengubah atau memberikan makna pada apa yang kita alami. Hal-hal seperti kebutuhan, nilai-nilai, keyakinan, dan sikap juga melengkapi segala yang kita alami secara sadar. Maka dalam suatu lingkungan yang sama orang bisa menginterpretasikan keadaan itu berbeda-beda dan tentunya dengan reaksi yang berfariasi. Dalam hal ini Koffka membedakan antara geographical environment (realitas fisik atau objektif) dengan behavioral environment (realitas psikologis atau subjektif). Oleh karena itu, Koffka memahami bahwa orang bertindak karena mengetahui lingkungan behavioralnya ketimbang lingkungan geografisnya.
Koffka memberikan contong dari legenda Jerman kuno yang menunjukkan arti penting dari realitas subjektif dalam menentukan perilaku. Di suatu malam yang dingin seorang lelaki dengan menunggang kuda di tengah hujan salju tiba di sebuah penginapan. Dia tampak gembira bisa menemukan tempat berteduh setelah ia menempuh perjalanan jauh menembus hujan salju. Pemilik rumah yang membukakan pintu kaget melihat orang asing itu dan bertanya darimana asalnya. Orang itu menunjuk lurus kearah jalan yang habis dilaluinya. Pemilik rumah itu takjub dan bertanya, “ apakah kau tahu kalau engkau telah menunggang kuda melintasi Danau Constance?” Mendengar perkataan itu si penunggang kuda itu jatuh dari kudanya lantaran kaget dan langsung mati.
Di sini Koffka ingin menunjukkan bahwa realitas subjektif itu menentukan perilaku. Dimana sipenunggang kuda itu merasa bahwa ia berjalan diatas daratan, maka ia tidak takut ataupun cemas. Tapi realista objektifnya bahwa ia berjalan diatas danau yang membeku. Jika awalnya ia tahu bahwa akan berjaln diatas danau yang membeku, mungkin dia akan takut dan berhati-hati atau mungkin mengambil rute lain. Contoh lainnya: gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).

D.      Prinsip Belajar Gestalt
Belajar, menurut Gestaltis adalah fenomena kognitif. Organisme “mulai melihat” solusi setelah memikirkan problem. Pembelajaran memikirkan semua unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan problem dan menempatkannya bersama (secara kognitif) dalam satu cara dan kemudian ke cara-cara lainnya sampai problem terpecahkan. Ketika solusi muncul, organisme mendapatkan wawasan (insight) tentang solusi problem. Problem dapat eksis hanya dalam dua keadaan : terpecahkan atau tak terpecahkan. Tidak ada keadaan solusi parsial di antara dua keadaan itu.
Beberapa prinsip belajar yang penting, antara lain :
                              1.            Manusia bereaksi dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, dan social.
                              2.            Belajar adalah penyesuaian diri dengan.
                              3.            Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya
                              4.            Belajar adalah perkembangan kea rah diferensiasi yang lebih luas.
                              5.            Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
                              6.            Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi member dorongan yang mengerahkan seluruh organism.
                              7.            Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
                              8.            Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.

E.       Periode Prasolusi
Biasanya dibutuhkan waktu agak lebih lama sebelum solusi yang berwawasan (insightful solution) dapat ditemukan. Penjelasan psikologi Gestalt dalam hal ini mirip dengan konsep belajar trial and error, namun mereka menyebut belajar trial and error ini sebagai kognitif, bukan behavioral. Menurut mereka, organisme menguji sejumlah “hipotesis” tentang cara paling efektif untuk memecahkan problem. Hewan memikirkan solusi-solusi yang berbeda sampai salah satu solusi itu bisa sukses dan kemudian dia akan bertindak secara behavioral berdasarkan solusi yang berhasil tersebut. Ketika cara cara yang benar telah ditemukan, maka akan muncul wawasan atau pengetahuan mendalam. Tentu saja, agar belajar mendalam ini dapat terjadi, organisme  itu harus dihadapkan pada semua elemen problem, jika tidak, perilakunya tampaknya tidak terarah.


F.       Belajar Berwawasan
Belajar berwawasan atau Insightful Learning memiliki empat karakteristik yaitu: 1) transisi dari prasolusi ke solusi terjadi secara mendadak dan komplet, 2) kinerja berdasarkan solusi yang diperoleh secara mendalam dan bebas dari kekeliruan, 3) solusi untuk suatu problem yang diperoleh melalui wawasan mendalam akan diingat dalam waktu yang cukup lama, 4) prinsip yang diperoleh melalui wawasan mendalam mudah diaplikasikan ke problem lainnya.
Dalam pembahasan ini akan di uraikan mengenai karakteristik terakhir tentang suatu prinsip pemecahan masalah dalam satu situasi yang diaplikasikan ke problem lain yang dinamakan transposisi. Karya awal Kohler mengenai transposisi dilakukan dengan ayam dan monyet. Eksperimennya adalah dengan melatih hewan untuk mendekati satu dari dua sisi kertas abu-abu, misalnya ayam diberi makan di bagian bayangan yang gelap dari kertas itu tetapi tidak diberi makan dibagian yang lebih terang. Setelah training, ketika ayam diberi pilihan, ayam akan memilih mendekati bagian yang gelap. Setelah training awal, hewan itu diberi pilihan antara kertas gelap seperti yang dipakai saat latihan dan kertas yang satunya lebih gelap lagi. Gestaltian berpendapat bahwa behavioris akan memprediksi hewan itu akan mendekati kertas yang lebih terang di situasi baru ini kerena kertas itulah yang sudah diperkuat pada fase pertama percobaan. Tetapi, Gestaltis berpendapat bahwa apa yang dipelajari dalam situasi ini adalah prinsip relasional yakni menganggap bahwa hewan mempelajari prinsip mendekati objek paling gelap dari dua buah objek dalam fase pertama eksperimen dan prinsip yang sama akan diaplikasikan pada fase percobaan kedua. Gestaltis mempredikasi bahwa hewan itu akan memilih objek yang lebih gelap pada fase 2, meskipun hewan tersebut telah dikuatkan untuk memilih objek yang satunya lagi dalam fase 1.  Oleh karena itu pandangan  behavioris tentang belajar disebut sebagai absolute theory ( teori absolute ) dan pandangan gestaltis tentang belajar disebut relational theory ( teori relasional ).
G.      Pemikiran produktif         
Wertheimer mengontraskan memorisasi tanpa berpikir mendalam dengan pemecahan problem berdasarkan prinsip Gestalt. Pembelajar mempelajari fakta atau aturan tanpa benar-benar memahaminya. Proses belajar ini berlangsung kaku, mudah terlupakan dan dapat diaplikasikan hanya pada situasi terbatas. Tetapi, beajar sesuai dengan  prinsip Gestalt didasarkan pada pemahaman tentang hakikat dari problem. Belajar semacam itu berasal dari dalam diri individu dan tidak dipaksakan orang lain, yanf mudah digeneralisasikan dan diingat dalam jangka waktu yang lama.
Ketika seseorang bertindak berdasarkan ingatan fakta tanpa memahaminya, seseorang dapat melakukan kesalahan bodoh seperti seorang perawat yang bertugas malam yang membangunkan pasiennya yang sedang tidur untuk disuruh meminum pil tidur ( Michael Wertheimer, 1980).
Wertheier percaya bahwa setiap strategi pengajaran yang didasarkan pada asosiasionisme atau logika tidak banyak manfaatnya dalam memperkaya pemahaman tetapi lebih banyak menghambat pemahaman.Wertheimer menekankan bahwa belajar berdasarkan pemahaman akan lebih dalam dan lebih dapat digeneralisasikan daripada belajar yang hanya berdasarkan ingatan tanpa pemahaman. Jadi, blajar berdasarkan pemahaman prinsip dalam situasi pemecahan masalah hasilnya akan lebih menyeluruh dan dipertahankan selama periode yang lebih lama dan tidak ada penguatan eksternal dalam eksperimen yang dilakukan, hanya penguatan dari dalam yang muncul saat pembelajar mendapatkan pemahaman solusi problem.
H.      Jejak Memori
Koffka adalah teoritis Gestalt yang berusaha menghubungkan masa lalu dengan masa sekarang lewat sebuah konsep yakni memory trace (jejak memori/ingatan). Jejak ingatan adalah suatu pengalaman yang membekas di otak. Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul kembali kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak ingatan tadi. Misalkan dalam memecahkan suatu masalah, maka solusi itu akan melekat dalam pikiran seseorang (jejak memori). Saat seseorang  diwaktu lain berada dalam suatu situasi, pemecahan masalah yang sama, akan muncul sebuah proses yang akan “berkomunikasi” dengan jejak dari pengalaman pemecahan masalh sebelumnya. Jejak inilah yang mempengaruhi proses yang sedang berlangsung dan memudahkan upaya pemecahan masalah.
Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih baik dalam ingatan.Contoh: seorang anak pernah dimarahi oleh ibunya ketika ia dengan tidak sengaja menjatuhkan vas bunga kesayangan ibunya. Ibunya memamarahinya hingga anak itu merasa sangat sedih. Ketika dalam keadaan sedih, temannya mengajak dia bermain. Ia merasa kesedihannya mulai berkurang karena disibukkan dengan bermain. Suatu ketika waktu dia beranjak dewasa, ia merasa amat sedih karena diputusin pacarnya. Ia pun mencoba menghibur diri dengan bermain ke tempat permainan seperti Time Zone bersama teman-temannya.Dalam contoh diatas anak itu mendapat solusi dari proses memory trace, yakni mengatasi kesedihan dengan menyibukkan diri dengan bermain.
I.         Jejak Individual Vs Sistem Jejak
Koffka (1963 [1935]) berusaha menghubungkan masa lalu dan masa sekrang melalui konsep memory trace (jejak memori). Ia mengasumsikan bahwa pengalaman saat ini akan membangkitkan apa yang disebutnya proses memori. Ketika proses ini berhenti, jejak dari efeknya masih tertinggal di otak. jejak ini akan mempengaruhi semua proses serupa yang terjadi di masa depan. Semakin kuat jejak memori semakin kuat pengaruhnya pada sebuah proses. Koffka juga mengatakan adanya prinsip kebaruan (recency) yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan terakhir kali oleh indiidu dalam suatu situasi nanti akan dilakukan lagi apabila situasi itu berulang.
Berbagai jejak individual yang saling terkait disebut trace system (sistem jejak).Koffka menyatakan bahwa kualitas keseluruhan dari keterampilan akan mendominasi jejak individual dan karenanya menyebabkan hilangnya individualitas. Karena sisitem jejak makin kuat, sistem itu akan berpengaruh besar terhadap setiap pengalaman individual yang kita punya. Jadi,penekanan prinsip gestalt adalah keseluruhan dari pengalaman dan pengingatan kembali pengalaman.
J.        Pendapat Psikologi Gestalt Mengenai Pendidikan
Gestalt berpendapat bahwa problem yang tidak selesai akan menimbulkan ambiguitas atau ketidakseimbangan organisasional dalam pikiran siswa dan ini adalah kondisi yang tidak diinginkan.pengertian ambiguitas dapat dilihat sebagai teori gestalt yang sejajar dengan penguatan kaum behavioris. Akan tetapi, reduksi ambiguitas dapat dianggap sebagai penguat intrisik, sedangkan behavioris biasanya lebih menekankan pada penguat eksternal atau ekstrinsik.
Brunner dan Holt menganut gagasan Gestaltian bahwa belajar adalah memuasakan secara personal dan tidak perlu di dorong-dorong oleh penguatan eksternal. Salah satu tekhnik pembelajaran yang menggunakan konsep gestalt adalah dengan menggunakan tekhink ceramah ( lecture ).
K.       Aplikasi / Penerapan
a.       Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur   yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
L.       Kontribusi
Kontribusi penting dari gestalt adalah kritiknya pada pendekatan molekuler atau atomistik dari behaviorisme S-R. Psikolog Gestalt mengemukakan bahwa otak secara otomatis mengubah dan menata pengalaman, menambah kualitas yang tidak ada dalam pengalaman inderawi. Fokusnya pada konsep transposisi dan insightful learning menjadikan gestalt sebagai perhatian utama dari psikologi kognitif kontemporer.
M.     Kritik
Sikap aliran behavioristik dianggap terlalu dominan terhadap teori belajar gestalt itulah mengapa gestalt tidak pernah menduduki posisi pertama dalam teori belajar.














2 komentar: