A.
PENGERTIAN
UNDERACHIEVER
Underachiever
adalah anak yang berprestasi rendah
dibandingkan tingkat kecerdasan yang dimilikinya. Menurut Prayitno dan Amti
(1999:280) underachiever identik dengan keterlambatan akademik yang berarti
bahwa “keadaan siswa yang diperkirakan memiliki intelegensia yang cukup tinggi,
tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal.”
Rimm (dalam
Del Siegle & McCoah, 2008) menyatakan bahwa ketika siswa tidak menampilkan
potensinya, maka ia termasuk Underachiever. Siswa yang Underachiever
seringkali salah dinilai sebagai siswa berkesulitan belajar (McCall et al,
1992; Ross, 1995 dalam Peters & Boxtel, 1999). Reis dan McMoach (2000 dalam
Robinson, 2006) mendifinisikan underachievement sebagai kesenjangan akut
antara potensi prestasi (expected achievement) dan prestasi yang diraih
(actual achievement). Untuk dapat diklasifikasikan sebagai underachiever,
kesenjangan antara potensi dan prestasi tersebut bukan merupakan hasil diagnosa
kesulitan belajar (learning disability) dan terjadi secara menetap pada
periode yang panjang (Robinson, 2006). Underachiever ini juga tidak
dikaitkan dengan adanya perubahan hormonal menjelang remaja. Saat ini belum ada
metode yang tepat yang dapat digunakan psikolog pendidikan untuk
mengidentifikasi underachiever (Ross dalam Peters & VanBoxtel,
1999). Secara operasional, underachievement dapat didefinisikan sebagai kesenjangan antara skor tes inteligensi dan
hasil yang diperoleh siswa di sekolah (Peters & VanBoxtel, 1999)
Underachievement dapat didefinisikan sebagai
ketidakmampuan atau kegagalan untuk menampilkan tingkah laku atau prestasi
sesuai dengan usia atau bakat yang dimiliki anak atau dengan kata lain, potensi
yang tidak terpenuhi (unfulfilled potentials).
Namun demikian, underachievers tidak tergolong ke dalam satu
golongan atau memiliki karakteristik yang sama. Underachievement muncul
dalam bentuk yang luas dan beragam.
B.
FAKTOR
PENYEBAB UNDERACHIEVER
v Menurut
Sylvia Rimm dalam bukunya Why Bright Kids
Get Poor Grades and What Can You Do About it, ada beberapa faktor yang
menyebabkan timbulnya underachiever pada anak, yaitu :
1.
Perilaku
orangtua yang tidak disukai anak.
Orangtua menuntut terlalu
tinggi atau perfeksionis. Anak bisa kurang motivasi untuk menyelesaikan
tugasnya sebagai cara untuk membalas dendam pada orangtuanya, yang dirasakan terlalu
otoriter, kaku, bersikap tidak adil dan sok kuasa. Kalau orangtua terlalu
menuntut kesempurnaan, anak bisa menyerah sebelum mencoba mengerjakan
tugas-tugasnya atau berpura-pura mengerjakannya. Waspadai sikap anda, karena
sikap perfeksionis tidak selalu dalam bentuk ucapan. Anak yang peka bisa menangkap
isyarat, misalnya dari ekspresi wajah orangtua yang kecewa atau kurang puas
ketika ia gagal menjadi juara kelas.
2.
Orangtua
terlalu meremehkan
Anak
belajar dari sikap orangtua yang meremehkan atau meragukan kemampuannya, sehingga
ia pun meragukan kemampuannya sendiri untuk berprestasi dan untuk bersikap
mandiri.
3. Orangtua kurang perhatian
Orangtua
yang kelewat sibuk dengan kegiatannya sendiri, sehingga tidak sempat
memperhatikan prestasi dan usaha anaknya. Hal ini akan meninggalkan kesan
kepada anak bahwa belajar bukanlah aktivitas yang penting. Demikian pula
orangtua yang hanya pedulu pada prestasi atau hasil tetapi tidak peduli pada
proses atau usaha pencapaian prestasi tersebut.
4. Orangtua bersikap terlalu
permisif
Sebagian
orangtua memilih bersikap permisif (serba membolehkan) karena mengira dengan
demikian anak akan tumbuh mandiri. Kenyataannya, anak yang sehari-hari tidak
mengenal disiplin di rumah dan disiplin dalam belajar akan cenderung merasa
tidak aman dan kurang motivasi untuk mencapai prestasi. Anak tidak belajar mendisiplinkan
diri sendiri untuk memenuhi harapan orang lain, atau untuk mencapai target. Ia
juga tidak belajar bagaimana bekerja keras dan bertahan dalam situasi yang
menekan.
5. Konflik keluarga yang serius
Suasana
rumah yang terus menerus kalut akan membuat anak merasa tidak aman. Kehilangan
rasa aman ini membuat anak kehilangan minat terhadap aktivitas sekolah dan
berprestasi. Kebutuhan yang mendesak dalam dirinya adalah lari dari situasi
yang menegangkan, dan itu bisa dicapainya dengan cara melamun, menggunakan
obat-obat terlarang, atau perbuatan-perbuatan yang menyimpang lainnya. Karena
orang tua bagi anak hanya merupakan sumber ketegangan dalam dirinya, anak juga
kehilangan motivasi untuk menyenangkan hati orangtuanya.
6. Orang tua yang tidak menerima
anak atau sering mengkritik
Anak
yang merasa kehadirannya tidak diharapkan, terutama oleh orangtuanya akan
merasa dirinya tak berdaya, tidak mampu atau geram. Dengan prestasi buruk di
sekolah atau tidak peduli pada tugas-tugas sekolah merupakan upaya anak untuk
membalas dendam kepada orangtua. Kritik yang terlalu sering atau terlampau
keras mempunyai dampak yang serupa. Anak yang sering mendapat kritik atau cela,
lama- kelamaan merasa bahwa kehadirannya tidak diharapkan oleh orangtuanya.
7. Orang tua terlalu melindungi
(overprotective)
Orangtua
dengan berbagai alasan bersikap terlalu melindungi anak. Alasan yang klise
adalah mengkhawatirkan keselamatan anak dan menginginkan anak mendapat yang
terbaik. Orang tua yang merasa bersalah karena tidak terlalu mengharapkan
kehadiran anaknya juga dapat bersikap overprotective.
Anak yang terlalu dilindungi tidak sempat belajar bagaimana memotivasi diri
sendiri bila bekerja di bawah situasi yang menekan. Mereka tidak tumbuh matang
dan tidak punya motivasi belajar.
8. Anak merasa rendah diri
Perasaan
tidak berharga akan menurunkan motivasi anak. Anak merasa tidak berdaya
berhadapan dengan lingkungannya. Ia merasa tidak berharga, tidak bisa belajar
apa-apa bahkan tidak berani menginginkan sesuatu. Ia hanya berani menginginkan
target di bawah potensi sesungguhnya yang ia miliki. Ia juga takut ketahuan
bahwa ia tidak mampu atau tak berguna. Maka ia lebih suka menarik diri daripada
menempuh risiko gagal dalam mencoba kemampuannya. Mungkin saja ia tampil
sebagai anak manis yang patuh dan cenderung pasif.
Konflik
nilai juga bisa membuat anak rendah diri, misalnya anak yang kreatif,
eksentrik, easygoing, alih-alih
merasa dirinya unik, bisa-bisa merasa bersalah dan tidak berguna dihadapan
orang tuanya yang rapi, konservatif dan hanya menghargai prestasi akademik.
Akhirnya anak menyalahkan dirinya sendiri lalu mencari teman di luar rumah dan
mencari kepuasan dari aktivitas yang justru tidak diharapkan orangtuanya.
v
Menurut Edy Gustian (2002:30)
penulis buku Menangani Anak Underachiever, Prestasi belajar rendah ini bukan
disebabkan oleh adanya hambatan dalam menguasai pelajaran yang diberikan dalam
proses belajar. Underachiever dapat disebabkan oleh oleh faktor
lingkungan, “baik lingkungan luar rumah (lingkungan sekolah), lingkungan rumah,
maupun dari individu itu sendiri.”
Masing-masing
faktor tersebut atau secara kombinasi dapat menyebabkan anak menjadi underachiever.
Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab underachiever, orang tua dapat
melakukan tindakan-tindakan untuk menangani anak yang mengalami underachiever.
1. Faktor Sekolah
Sekolah
merupakan faktor yang sangat berperan dalam menyebabkan terjadinya underachiever. Siswa cerdas cenderung
menjadi anak yang nakal jika berada di kelas yang dianggapnya tidak memberikan
tantangan. Dia akan mempunyai banyak waktu untuk memikirkan kejailan untuk
menghilangkan kebosanan.
Cara
pengajaran, materi-materi yang diberikan, dan ukuran-ukuran keberhasilan dan
kemampuan guru dapat menjadi penyebab anak mengalami underachiever.
Alberlt
Einstein adalah salah satu kasus bagaimana sekolah dapat menjadikan anak jenius
sebagai underachiever. Ketika sekolah dasar, nilai-nilai Einstein
sangatlah buruk hingga ia sempat disebut anak yang bodoh karena tidak “mampu”
berprestasi dengan baik. Einstein tidak dapat berprestasi di sekolah karena ia
harus mengulang hal-hal yang sudah diketahuinya, yang menurutnya tidak ada
manfaatnya, bukan karena ia tidak mampu.
Dapat kita
bayangkan kerugian seperti apa yang dialami oleh dunia jika Einstein tidak
dapat mengatasi permasalahannya di sekolah. Yang perlu menjadi catatan di sini
adalah Albert Einstein berhasil mengatasi permasalahan tersebut di atas dengan
bantuan orang lain, pamannya, bukan karena ia mampu mengatasi sendiri
permasalahan tersebut. Mungkin saat ini banyak Einstein-Einstein Indonesia yang
gagal mengatasi permasalahan dengan sekolahnya.
Guru memegang
peranan penting dalam prestasi sekolah. Bagaimana guru dalam memperlakukan anak
didiknya akan mempengaruhi prestasi yang akan dicapai anak. Penelitian yang
dilakukan oleh ahli-ahli psikologi menunjukkan bahwa harapan (expectancy)
guru terhadap kemampuan anak sangat berpengaruh pada penilaian anak mengenai
hal tersebut di atas. Kelas yang diberitahukan bahwa mereka adalah anak-anak
pintar dan cerdas mendapatkan perstasi belajar lebih tinggi dibandingkan kelas
yang diberitahukan bahwa kemampuan mereka kurang (pada kenyataannya, kemampuan
mereka tidak berbeda). Sering kali guru tanpa sadar mengabaikan hal ini.
2. Faktor lingkungan rumah
Selain
sekolah, lingkungan rumah juga dapat menyebabkan anak menjadi underachiever.
Bagaimana orang-orang terdekat memperlakukan anak akan mempengaruhi pencapaian
anak dalam berprestasi. Keluarga adalah faktor terpenting yang dapat
menyebabkan anak mengalami underachiever. Misalnya : kurangnya
perhatian, dukungan, dan kesiapan orang tua untuk membantu anaknya dalam
belajar di rumah. Harapan orang tua yang terlampau tinggi terhadap anaknya
sehingga sering terjadi pertentangan pendapat antara orang tua dengan anak.
Selain itu, orang tua kurang menghargai prestasi belajar yang telah dicapai
oleh anak. Sikap orang tua yang demikian kurang memacu anak untuk belajar lebih
giat. Anak merasa prestasi belajar yang telah dicapai kurang dihargai dan anak
juga akan merasa dirinya tidak mampu berprestasi dalam belajar. Keretakan
hubungan antara orang tua (ayah dan ibu), sehingga sering menimbulkan
percekcokan dalam rumah tangga yang pada akhirnya menjurus pada perceraian.
Kondisi yang demikian, menyebabkan anak kurang berkonsentrasi dalam belajar.
Anak akan mengalami underachiever juga terjadi jika suasana rumah gaduh,
bising, sumpek, dan dalam keadaan berantakan.
Peran orang
tua sangat menentukan keberhasilan mereka. Orangtua yang menunjukkan perhatian,
dukungan, kesiapan untuk membantu anak, dapat memotivasi anak berhasil di
sekolah.
3. Faktor diri sendiri
Berprestasi
atau tidak juga dipengaruhi karakteristik siswa. Salah satunya penilaian anak
terhadap kemampuan yang dimilikinya. Jika siswa merasa dirinya tidak mampu, dia
tidak akan berusaha untuk mendapatkan prestasi sekolah yang baik sesuai dengan
penilaian terhadap kemampuannya.
Yang
termasuk faktor yang berasal dari dri sendiri antara lain :
a.
Persepsi
diri
Tidak
tercapainya prestasi sekolah yang baik juga sangat ditentukan oleh
karakteristik anak. Salah satunya adalah penilaian anak terhadap kemampuan yang
dimilikinya. Penilaian anak terhadap kemampuannya berpengaruh banyak terhadap
pencapaian prestasi sekolah. Anak yang merasa dirinya mampu akan berusaha untuk
mendapatkan prestasi sekolah yang baik sesuai dengan penilaian terhadap
kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya, anak yang menilai dirinya sebagai anak
yang tidak mampu atau anakyang bodoh akan menganggap nilai-nilai kurang yang
didapatkannya sebagai hal yang sepatutnya dia dapatkan.
b.
Hasrat
berprestasi
Faktor lain dalam diri anak yang menentukan
prestasi yang akan dicapainya adalah faktor keinginan untuk berprestasi (need
for achievement) itu sendiri. Ada anak yang memilii dorongan dari dalam
dirinya sendiri untuk berprestasi, tetapi ada pula yang kurang memiliki
dorongan tersebut. Keinginan untuk berprestasi adalah hasil dari
pengalaman-pengalaman anak dalam mengerjakan sesuatu. Anak yang sering gagal
dalam mengerjakan sesuatu akan mengalami frustasi dan tidak mengharapkan hasil
yang baik dan tindakan-tindakan yang dilakukaknnya.
c.
Lokus Kontrol
Bagaimana
anak menilai penyebab prestasi yang dimilikinya dapat menyebabkan tercapainya
prestasi yang tinggi. Anak dapat menilai bahwa penyebab terjadinya prestasi
tersebut karena faktor usaha yang dilakukannya atau karena faktor-faktor di
luar yang tidak dapat dikontrolnya.
Anak yang
menilai bahwa penyebab terjadinya prestasi karena faktor usaha tersebut anak
yang memiliki lokus kontrol (locus of control) internal, dan jika
sebaliknya disebut memiliki lokus kontrol eksternal. Anak yang memiliki lokus
kontrol internal akan menilai bahwa angka 4 yang didapatnya dalam pelajaran
matematika adalah karena ia kurang belajar, sedangkan mereka yang memiliki
lokus kontrol eksternal akan mengatakan karena guru yang sentimen pada dirinya.
d.
Pola Belajar
Pola belajar anak sangat
mempengaruhi pencapaian prestasi anak. Ada anak yang terbiasa belajar secara
teratur walaupun besok harinya tidak ada tes atau ujian, tetapi ada pula anak
yang hanya belajar jika ada ujian.
C.
CIRI-CIRI
ANAK UNDERACHIEVER
Menurut Montgomery seperti dalam jurnal Westminster Institute
of Education, seorang anak dapat dikatakan underfunctioning bila
memiliki lima dari indikator yang ada di bawah ini, yaitu:
1.
Adanya pola yang tidak konsisten
pada pencapaian dalam tugas-tugas sekolah
2.
Adanya pola yang tidak konsisten
pada pencapaian pada mata pelajaran tertentu
3.
Adanya ketidakcocokan antara
kemampuan dan pencapaian karena kemampuan yang dimiliki ternyata lebih tinggi
4.
Konsentrasi yang kurang
5.
Suka melamun atau mengkhayal di
dalam kelas
6.
Terlalu banyak melawak di dalam
kelas.
7.
Selalu mempunyai strategi untuk
menghindari pengerjaan tugas sekolah
8.
Kemampuan belajar yang rendah
9.
Kebiasaan belajar yang tidak baik
10. Sering menghindar dan tidak menyelesaikan tugas-tugas sekolah
11. Menolak untuk menuliskan apa pun
12. Terlalu banyak aktivitas dan gelisah atau tidak bisa diam
13. Terlalu kasar dan agresif atau terlalu submisif dan kaku dalam bergaul
14. Adanya ketidakmampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan
sosial dengan teman sebaya
15. Adanya ketidakmampuan untuk menghadapi kegagalan
16. Adanya ketakutan dan menghindar dari kesuksesan
17. Kurang mampu untuk menggali pengetahuan yang dalam tentang diri dan
orang lain
18. Kemampuan berbahasa yang rendah
19. Terus berbicara dan selalu menghindar untuk mengerjakan sesuatu
20. Merupakan bagian dari kelompok minoritas
D.
PENCEGAHAN
DAN PENANGANAN UNDERACHIEVER
v PENCEGAHAN
Untuk mencegah anak menjadi underachiever, beberapa upaya bisa dilakukan, yaitu:
Untuk mencegah anak menjadi underachiever, beberapa upaya bisa dilakukan, yaitu:
a. Terima anak apa adanya dan beri support (dukungan)
Sejak
dini, anak perlu sering-sering ditanggapi keluhannya, misalnya ketika ia
meragukan kemampuannya, anda bisa mengatakan: "Insya Allah kamu bisa". Tekankan bahwa yang paling penting
adalah berusaha semaksimal mungkin, gagal itu merupakan hal yang bukan tidak
diperbolehkan tetapi pantang untuk berputus asa.
b. Anda juga perlu bersikap
konsisten
Jangan menuntut anak di
luar kemampuannya. Apapun prestasi anak, orang tua harus percaya kepada anak
(bahwa ia mampu dan telah berusaha maksimal), menghargainya (bahwa ia telah
berusaha, terlepas ia berhasil atau gagal, kehadiran anak tetap merupakan
karunia bagi orangtua), dan mendengarkan apa yang disuarakan anak. Jangan sekali-kali
berkata kasar atau melecehkan.
c. Target yang realistik
Tetapkanlah target yang
menurut perkiraan anda sesuai dengan anak. Jangan terlalu berlebihan berharap
anak akan cepat mengatasi masalahnya. Semua itu harus melalui suatu proses.
d. Kuasai seni menuntut
Perhatikan kesiapan
anak untuk mengerjakan tugas baru, sehingga dimungkinkan mereka dapat
berprestasi optimal. Tugas yang terlalu mudah tidak akan menantang anak untuk
menunjukkan kemampuannya. Sebaliknya kegagalan yang terus menerus (karena target
terlalu tinggi) akan membunuh motivasi anak untuk berprestasi. Menetapkan
target yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah merupakan seni
tersendiri.
e. Belajar menunda kepuasan
jangka pendek
Setelah anak berusia 5
tahun, ia mulai bisa mengenal target jangka panjang dan jangka pendek serta
mengenal kepuasan jangka panjang dan jangka pendek. Ajari dan dorong anak untuk
menunda kepuasan jangka pendeknya demi mendapatkan kepuasan jangka panjang atau
kepuasan yang lebih besar. Misalnya, "Yuk,
kita menghapal Al-Qur’an ayat demi ayat, lalu surat demi surat, kalo sudah
hapal beberapa surat pendek sholatmu bisa lebih khusyu’."
f. Ajari dan beri contoh untuk
belajar aktif memecahkan masalah
Ajari anak bahwa rasa
ingin tahu itu menggairahkan, mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya itu
mengasyikkan, sehingga belajar itu kegiatan yang menyenangkan. Lontarkan saja
pertanyaan pada diri sendiri, dan biarkan anak ikut mendengarkan dan terangsang
rasa ingin tahunya, mengapa dan bagaimana cara kerja sesuatu (yoyo yang sedang
dimainkan anak, juicer di dapur, hujan
turun dari langit dsb).
Biasakan secara bersama
mencari jawaban dari buku. Jadi secara tidak langsung anak mendapatkan bekal
bagaimana caranya belajar aktif dan menyenangi kegiatan belajar. Motivasi
belajar akan bangkit dan terpelihara dalam dirinya karena anak merasakan sendiri
manfaatnya.
g.
Beri ‘reward atau imbalan’ bila anak menunjukkan prestasi
besar
Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa prestasi akademik dan kepribadian yang positif (misalnya
konsep diri yang positif, merasa berfungsi secara efektif) terkait erat dengan
kondisi rumah. Anak yang selalu dihargai karena prestasinya umumnya akan lebih
termotivasi untuk berprestasi. Anak underachever biasanya kurang memiliki
tanggungjawab atas dirinya sendiri, termasuk prestasinya. Sistem imbalan akan
membantu membangkitkan rasa tanggung jawab ini. Tugas orangtua adalah menemukan
imbalan apa yang efektif bagi anak. Ada yang senang dengan pujian tetapi ada
yang pada awalnya memerlukan imbalan yang lebih konkret, misalnya tambahan
pensil baru, meja belajar baru atau sekedar ciuman di pipi.
v PENANGANAN
Apabila anak
sudah terlanjur underachiever, ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu:
Pertama,
Gunakan sistem imbalan yang efektif.
Efektifitas ini tergantung akurasi informasi prestasi anak di kelas. Karena itu
orang tua harus sesering mungkin berkonsultasi dengan guru.
Kedua,
Ajari anak strategi untuk membangkitkan
motivasi. Selain imbalan yang diterimanya, ajari anak untuk mencari imbalan
kepada dirinya sendiri. Misalnya setelah mengerjakan PR ia boleh main komputer
atau naik sepeda.
Mengingat gangguan underachiever ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak,
sebaiknya kita sesegera mungkin mengatasinya. Mencegah itu lebih baik daripada
mengobati. Karena itu, kenalilah putera-puteri kita sebaik mungkin dan bergaul lah
sedekat mungkin. Bukan tidak mungkin, karena didera kesibukan, tahu-tahu kita
telah mendapatkan mereka sudah beranjak dewasa dan kita menyesal karena
kehilangan masa-masa emas bersama mereka. Menyesal kemudian tentu tidak
berguna.
Model
trifokal yang diajukan Rimm (dalam Joan, 2004) adalah salah
satu pendekatan yang paling komprehensif untuk mengatasi siswa yang underachiever.
Model ini melibatkan individu sendiri, lingkungan rumah dan sekolah.
Masing-masing pihak yang terlibat tersebut diikutsertakan dalam program
trifokal ini, sehingga setiap orang yang diperkirakan berkontribusi terhadap
masalah underachiever dapat menyelesaikan masalah anak dengan leih
komprehensif (dalam Bakers, Bridger & Evans, 1998). Agar dapat mengatasi
siswa underachiever dengan tepat,
maka diperlukan intervensi yang berbeda pada setiap kasus karena menurut
Hansford (dalam Joan, 2004) underachievement sangat spesifik pada
individu masing-masing.
Beberapa literatur menyatakan bahwa underachievement
adalah pola perilaku yang dipelajari dan tentunya dapat juga diubah (Gallagher,
2005; Joan, 2004). Coyle (2000 dalam Trevallion, 2008) menyatakan bahwa untuk meningkatkan
prestasi anak underachiever dapat dilakukan dengan membangun self-esteem,
meningkatkan konsep diri, meningkatkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik,
mengajari cara belajar (study skills), manajemen waktu dan mengatasi
kekurangannya dalam hal akademik. Pringle (dalam oxfordbrooks.ac.uk, 2006) juga
menyatakan hal yang sama, bahwa untuk mengatasi siswa underachiever
dapat dilakukan oleh guru dengan meningkatkan konsep diri dan moral siswa,
memberikan dukungan, memberikan kesempatan untuk mengerjakan sesuatu dengan
bebas, ataupun membuat suasana belajar yang menyenangkan. Jika guru bersikap
negatif terhadap siswa underachiever ataupu kurang memperhatikan mereka,
akan berakibat semakin menguatnya pola underachievement pada siswa
tersebut.
E. PERAN ORANG
TUA DAN KONSELOR
v
PERAN YANG DAPAT DILAKUKAN ORANGTUA
- Ciptakan gaya hidup sehat dengan membangun harmoni antara kondisi fisik, mental, dan emosional. Misalnya dengan memberi nutrisi yang baik, latihan atau olahraga, serta pengelolaan stres.
- Cari bantuan konseling untuk anak dan seluruh keluarga jika perlu. Jika seluruh keluarga ikut terlibat konseling, diharapkan perubahan dapat lebih cepat terjadi karena dukungan dari seluruh keluarga. Perubahan perilaku bukan hanya dari anak tetapi juga perubahan perlakuan anggota keluarga yang lain terhadap anak.
- Cari guru pembimbing untuk membantu anak mengatasi kelemahan dalam pelajaran-pelajaran tertentu.
- Komunikasikan harapan yang tinggi terhadap anak dengan rasa cinta, penuh pujian, kebanggaan dan respek.
- Adakan pertemuan keluarga untuk menetapkan target jangka pendek dan jangka panjang dan membuat aturan-aturannya, serta buatlah semacam “kontrak” (kesepakatan bersama).
- Jadikan keluarga sebagai sistem pendukung dan unit pemecahan masalah yang bermanfaat bagi anak, dipandu orangtua yang menjalankan peran pemimpin tapi berbasis cinta.
- Menekankan kerja keras sebagai kunci sukses, dengan usaha individual, motivasi dari dalam diri, komitmen dan kepercayaan diri sebagai resep keberhasilan.
- Rancang waktu-waktu beraktivitas di sekitar rumah selama 25 – 35 jam per minggu (misalnya membaca, melakukan hobi, olahraga, dan lain-lain) dan mengeksplorasi lingkungan bersama-sama sebagai sumber belajar.
- Cobalah untuk tertarik pada aktivitas anak di sekolah dan di rumah. Dorong anak untuk menceritakan aktivitas mereka.
- Jangan membandingkan antar saudara, pandang setiap anak sebagai individu yang memiliki keunikan, kualitas dan kemampuan.
- Bantu anak mengelola waktu dan menetapkan prioritas.
- Dorong anak untuk memiliki minat di luar sekolah. Ketika hasil belajarnya buruk, jangan cepat-cepat menuding kegiatan luar sekolah sebagai sumber masalah dan menghukum anak untuk tidak boleh lagi berkegiatan.
- Bantu anak mendapatkan mentor/pembimbing yang dapat menjadi model menyangkut suatu karier atau kualitas personal yang diinginkan. Misalnya, bukakan jalinan interaksi dengan paman yang bisa menjadi model peran, atau Anda sendiri yang berusaha untuk dapat menjadi model bagi anak.
- Batasi waktu menonton TV dengan membuat kesepakatan-kesepakatan yang realistis.
- Konsisten dan tenang menghadapi naik turunnya prestasi anak, fokuskan pada masalah, jangan bertindak emosional.
v
PERAN KONSELOR
Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan guru dan konselor :
- Bagi Anda, konselor sekolah, kenali secara dini gejala underachiever ini. Carilah informasi tentang minat dan bakat anak yang sesungguhnya untuk bisa mengetahui apakah prestasi sekolahnya sudah optimal.
- Konselor bekerja sama dengan guru secara berkala untuk memonitor perkembangan prestasi anak.
- Terlibatlah dalam aktivitas sekolah, maka konselor akan bisa lebih mengerti apa yang diharapkan sekolah dari siswa-siswanya dan bagaimana mereka memperlakukan siswa.
- Pastikan bahwa guru ikut menyadari adanya masalah underachievement ini dan akan melakukan usaha untuk mengarahkan siswa.
- Pastikan pelaksanaan kegiatan konseling individual atau kelompok jika diperlukan.
- Evaluasi dan berikan masukan mengenai kurikulum yang menantang, bermakna secara personal, dan rewarding untuk anak.
- Komunikasikan usaha-usaha yang dilakukan sekolah dengan orang tua sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa disalahkan sebagai penyebab anak menjadi underachiever.
- Jika perlu lakukan kunjungan rumah agar dapat mengetahui lebih jelas mengenai perkembangan anak dirumah.
Saya mau nyari buku tentang underachiever dimana ya saya bisa dapetin buku nya.. Tolong diblas yahc
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusmas pertanyaanya bagamaina seseorang yang telah menyadari bahwa dirinya adalah seseorang underachivment tersebut untuk memahami dirinya sendiri dan kembali kepada kehidupan normalnya. karena saya lihat semua tipsnya ini untuk orang yang sekitarnya saja untuk memperlakukan anak yang terjerumus tersebut. jika dari seseorang yg sudah terjerumus terhadap masalah ini, bagaimana caranya untuk ia yg terjerumus untuk keluar dari hal tersebut?
BalasHapusKalau boleh tau.. ini diambil dari buku atau jurnal apa ya ? Buruh referensinya.. terimakasih
BalasHapus